Fashion
Profile Dian Pelangi, Desainer Muslimah Muda Indonesia Mendunia
Nama Panggilan : Dian Pelangi
Tempat Lahir : Palembang
Tanggal Lahir : 14 januari 1991
Zodiac : Capricorn
Pendidikan :
- TK Ikal Dolog, Palembag
- SD/MI 2 Palembang
- SMP Insan Kamil, Ponpes Al-Ihya
Bogor
- SMK Negeri 1 Pekalongan
Kewarganegaraan : Indonesia
Ayah : Djamaludin
Ibu : Hernani
Suami : Tito Prasetyo (sejak Jan-11)
Populer Sejak : Melakukan peragaan busana di acara "Jakarta Fashion
Week" (2010)
Blog resmi : www.blog.dianpelangi.com
Instagram : @dianpelangi
Dian Pelangi, 21, adalah desainer utama Dian Pelangi Company,
salah satu perusahaan busana muslim terkemuka di Indonesia. Lahir di Palembang
pada tahun 1991, beliau kemudian lulus dari Ecole Superieur des Arts et
Techniques de la Mode (ESMOD) pada 2008 dengan nilai yang tinggi. Wanita
kelahiran Palembang pada tahun 1991 terinspirasi akan pelangi yang begitu kaya
warna dan selalu berusaha menggali kekayaan budaya Indonesia.
Namanya pun kini disejajarkan dengan desainer yang sudah
lebih dulu memilih profesi sebagai perangcang busana seperti Itang Yunasz dan
Anne Avantie.
Dian mulai dikenal masyarakat luas, ketika seeorang wartawan CNN
mewawancarainya pada tahun 2010. Dan
mulai saat itu Dian pelangi mulai menjadi salah satu desainer berpengaruh di
dunia mode Indonesia. Dian juga merupakan anggota termuda dari Asosiasi
Perancang Pengusaha Muda Indonesia (APPMI), dan telah ini menerbitkan sebuah buku berjudul Hijab Street Style yang diterbitkan Gramedia
Pustaka Utama yang berisi lebih dari 600 foto muslimah di beberapa kota di
Indonesia dan juga di beberapa kota di luar negeri
Meski usianya masih tergolong masih muda, namun karyanya
sudah merambah ke mancanegara. Hasil tangan wanita kelahiran Palembang,
Sumatera Selatan, 14 Januari 1991 ini juga sudah dipamerkan di pagelaran
fashion. 14 Februari 2015, ia akan memamerkan karyanya di New York Fashion Week
(NYFW) 2015 di The Crowne Plaza Times Square Manhattan, New York Amerika
Serikat.
Begini jawaban Dian Pelangi saat wawancara :
Bagaimana awalnya Anda tertarik menekuni dunia fashion?
Sejak kecil saya sudah suka menggambar baju. Bahkan kalau ingin baju baru, Ibu
selalu menyuruh saya untuk mendesain sendiri baju yang saya inginkan. Kata Ibu,
"Buat apa beli kalau kita sendiri penjahit dan punya bahannya?"
Begitu selalu Ibu menasehati saya. Jadi, sejak kecil saya sudah biasa
menggambar busana. Awalnya memang terpaksa bikin baju, tapi lama-lama jadi
senang.
Lulus SMP saya masuk SMKN 1 Jurusan Tata Busana di Pekalongan.
Kebetulan saat itu bersamaan dengan kepindahan orangtua ke Pekalongan untuk
membuka pabrik tekstil. Lulus SMK, saya pun mulai diberi tanggung jawab
meneruskan butik Dian Pelangi di Jakarta. Padahal, waktu itu umur saya masih 16
tahun. Mungkin memang sengaja diceburkan ke dunia fashion oleh orangtua.
Di Jakarta, saya semakin serius menekuni dunia fashion. Saya
lalu kuliah di sekolah mode ESMOD selama setahun. Alasannya, lebih dekat dengan
tempat tinggal saya di Jakarta dan belum diizinkan ke luar negeri karena masih
kecil.
Anda memulai semuanya sendiri ya?
Mulai dari desain, marketing dan promosi saya lakukan
sendiri. Bahkan, mulai dari benang hingga jadi busana siap pakai, semua saya
lakukan sendiri. Kebetulan keluarga saya memiliki pabrik tekstil di Pekalongan,
Jawa Tengah. Jadi, kalau ada pelanggan yang ingin mendesain corak busana
sendiri, saya bisa membantu.
Sebenarnya yang memulai ini semua adalah orangtua, saya hanya
meneruskan saja. Semua proses ini mereka mulai dari nol, dari menjumput,
membatik sampai mewarnai. Jumlah karyawan yang awalnya hanya 5 orang,
berkembang hingga 350 orang karyawan dalam waktu 17 tahun. Butik ini pun
sebenarnya sudah disiapkan oleh orangtua, makanya dinamakan Dian Pelangi.
Anda beruntung sekali ya?
Iya, benar sekali. Saya jadi lebih puas berimajinasi dalam
berkarya. Busana jadinya sesuai dengan apa yang saya inginkan. Sehingga saya
bisa total dalam berkarya, semuanya juga berkat dukungan keluarga. Hasilnya
pasti total. Memang pembuatan satu jenis busana jadi agak lama, karena semuanya
dibuat sesuai pesanan dan hand made. Satu corak batik saja pengerjaannya bisa
sampai tiga bulan. Belum lagi sekarang masuk musim hujan, jadi pengeringan
batik agak lama.
Enggak takut mengelola bisnis sendirian di Jakarta?
Ibu terus mengontrol dari Pekalongan. Sampai sekarang, setiap
pagi Ibu selalu menelpon. Ibu juga yang menjadi motivasi aku menjadi seperti
sekarang ini. Dulu, Ibu yang mengarahkan saya untuk menawarkan desain-desain
kita ke majalah. Ibu juga yang menyuruh saya ikut bazaar dan pameran. Bismillah
saja, dan alhamdulillah semuanya berjalan lancar dan mulai dikenal orang.
Sampai tahun 2009 saya disuruh gabung ke APPMI (Asosiasi
Perancang Pengusaha Mode Indonesia). Alhamdulillah saya lolos dan menjadi
anggota termuda, bahkan sampai sekarang saya masih menjadi angota termuda di
asosiasi itu.
Pernah merasa diremehkan oleh anggota yang lain?
Enggak, sih. Justru saya yang enggak enak hati karena
terkadang disejajarkan dengan perancang senior. Saya malah sempat down. Tapi,
justru saya jadi semangat untuk membuktikan diri bahwa saya sanggup dan
mempunyai kemampuan yang sama seperti anggota yang lain. Bagi saya, jika ingin
dihargai kita harus menunjukkan, kita memang patut untuk dihargai.
Di situ pula saya mulai sering mengikuti berbagai fashion
show dan menunjukkan kemampuan saya. Lihat, anak bawang ini juga bisa.
Untungnya pula di APPMI saya terbilang aktif, saya rajin menawarkan diri untuk
membantu segala kegiatan APPMI. Suatu kali, saya mendapat tugas mencari gedung
untuk fashion show, siapa menyangka saya justru bertemu pacar saya, lho.
Wah, bagaimana ceritanya?
Waktu itu, saya mendapat gedung ISQ milik Pak Ary Gunawan.
Ternyata ibundanya Pak Ary pelanggan busana saya. Ketika beliau berulang tahun
pada Agustus 2009 lalu, saya dikenalkan dengan seorang cucunya. Alhamdulillah,
ternyata nyambung dan hubungan kami berjalan sampai sekarang.
Kembali ke fashion, kapan sih pertama kali ikut fashion show?
Mei 2009, di Melbourne, Australia. Awalnya, busana saya
ditampilkan dalam sebuah majalah muslim nasional. Majalah itu kebetulan
bekerjasama dengan Kementrian Pariwisata untuk mengadakan fashion show di sana.
Yang tidak disangka, selain saya, seorang perancang senior Iva Latifah juga
diajak. Saya benar-benar terkejut dan enggak menyangka, kok, saya yang junior
ini diajak juga.
Saya sendirian ke sana dengan membawa 40 busana. Untungnya,
saya ada kenalan di Melbourne, jadi bisa membantu saya menyiapkan busana-busana
itu untuk dipamerkan. Kalau enggak, terbayang, kan, bagaimana saya harus
menyetrika busana itu sendirian dan memakaikannya ke para model?
Alhamdulillah responnya sangat bagus. Liputan mengenai saya
dimuat di surat kabar bernama The Edge. Dan, sampai sekarang ada sebuah outlet
yang menjual busana rancangan saya di Melbourne. Ke depannya, Insya Allah, akan
menyusul di Sydney dan Perth.
Selain di Australia, fashion show apa lagi yang pernah Anda
ikuti?
Acara fashion show APPMI berjudul Kembali Fitri, Agustus 2009
lalu. Alhamdulillah tanggapannya positif sekali. Disitu saya menunjukkan
sesuatu yang berbeda dari busana muslim kebanyakan. Salah satunya dengan
menggunakan warna-warna berani atau shocking. Disitu saya tunjukkan karakter
saya.
Oktober 2009 saya juga sempat pameran di Abu Dhabi, diajak
Kementrian Perindustrian dan Perdagangan. Lucunya, sebelum berangkat seorang
perancang bilang, jangan membawa batik ke sana karena susah lakunya. Ternyata
enggak, tuh. Justru busana muslim bercorak batik yang saya bawa habis dibeli.
Dari 50 potong yang saya bawa, sisanya tinggal 5 potong!
Dalam waktu berdekatan, saya juga ikut ambil bagian di
Jakarta Fashion Week, November 2009. Kembali saya mendapat tanggapan positif,
bahkan semakin sangat luar biasa. Seakan semua orang saat itu membicarakan
saya. Sampai masuk majalah di mana-mana. Padahal, saya enggak berharap seperti
itu, benar-benar enggak menyangka.
Dari situ, koleksi saya dilirik oleh Kementrian Pariwisata
untuk dibawa ke London, Inggris, April 2010 nanti dalam acara Indonesia Is
Remarkable di Harrods.
Apa sih, keunggulan busana rancangan Anda?
Selain desain, saya enggak membandrol busana rancangan saya
dengan harga tinggi. Makanya banyak yang mengajak saya kerjasama untuk menjual
kembali di tokonya. Ada tiga koleksi Dian Pelangi. Yaitu Mass Production, saya
bandrol di harga sekitar Rp 100 ribu sampai Rp 800 ribu. Kemudian Special
Collection, berkisar di harga Rp 1 juta sampai Rp 3,5 juta. Private Collection
ada di kisaran harga Rp 2 juta sampai Rp 5 juta-an.
Dari mana biasanya Anda mendapat ide untuk rancangan busana?
Tergantung mood dan perkembangan fashion juga. Misalnya tahun
kemarin dan tahun ini masih menggunakan jumputan. Soalnya, kan, yang lain
sedang ramai dengan batik. Padahal, jumputan itu juga enggak kalah unik dan
bagusnya. Jumputan pun bisa dipakai semua kalangan dan berbagai usia. Tapi,
tetap enggak mengenyampingkan karakter saya yang ceria, warna-warni dan
bernafas etnik.
Perkembangan tren fashion enggak terlalu menjadi pertimbangan
buat saya. Justru saya ingin menciptakan tren. Seperti tujuan APPMI, yang ingin
menjadikan busana muslim Indonesia sebagai kiblat fashion busana muslim dunia.Misalnya
ketika orang lain heboh dengan potongan kalelawar, saya enggak ikutan dan malah
membuat busana dengan potongan yang simpel dan santai, tapi bisa dipakai ke
pesta. Ternyata rancangan itu sekarang ramai diminati.
Ide bisa muncul dari mana saja dan kapan saja. Pernah, sedang
di jalan, saya dapat ide dan langsung saja digambar.
Sepertinya semakin terungkap, banyak keberuntungan yang
menghampiri Anda ya?
Alhamdulillah. Mungkin karena awalnya saya menganggap diri
enggak mampu dan pesimis. Ternyata hasilnya lebih dari yang saya bayangkan. Dan
membuat saya berpikir, langkah yang saya jalani sudah benar dan betapa
ekspresnya hidup saya hingga menjadi seperti ini.
Banyak yang kaget juga ketika tahu saya baru berumur 19
tahun. Bahkan, ketika sedang jalan dengan adik bungsu saya, dia selalu disangka
anak saya. Ha ha ha.
Apa rencana pribadi Anda?
Menikah. Insya Allah akhir tahun ini. Memang banyak yang
menyayangkan keputusan saya ini karena dinilai terlalu cepat dan takutnya
menunda rencana yang lain. Tapi, saya merasa menikah itu adalah sunnah Rasul.
Kalau memang jodohnya mengapa tidak? Bismillah saja.
Kalau menyangkut usaha, saya ingin go international dengan
membuka banyak outlet di luar negeri. Di Asia, saya baru buka satu cabang di
Malaysia. Saya ingin membuka pasar di Jepang dan Eropa. Kemudian ingin membuat
rancangan busana untuk anak-anak.
Apa yang Anda lakukan untuk mengisi waktu luang?
Paling-paling jalan ke mal untuk brain storming. Kalau ada
waktu luang yang panjang, jalan-jalan ke luar kota sekalian mencari pasar yang
memungkinkan untuk membuka outlet Dian Pelangi.
Di Indonesia, kami sudah membuka cabang di Medan, Palembang,
Jakarta, dan Pekalongan. Yang akan menyusul, Surabaya dan Pekan Baru.
Saya juga suka menyanyi, lho! Kalau ada acara dan ada
musiknya, saya paling sering naik panggung untuk menyanyi. Saya suka lagu-lagu
Melayu, jadi sering diledek teman-teman karena seleranya lagu-lagu orangtua.
Tapi, saya cuek saja, yang penting saya suka. Ha ha ha.
Edwin Yusman F.
0 komentar: